Kalau
sekiranya Tanah Gayo sekarang keadaannya sama dengan situasi kehidupan generasi
Gayo terdahulu, maka bisa diperkirakan bahwa setiap orang masih mendiami Umah Pitu Ruang. Tentu bisa pula
dibayangkan bahwa desa-desa atau perkampungan orang Gayo terdiri atas Time Ruang-Time Ruang itu.
Sekarang
Umah Time Ruang sudah tidak berfungsi lagi sebagai tempat tinggalm karena itu
sebagai gantinya adalah lokasi perumahan yang dibangun berdempetan yang juga
menjadi simbol ikatan kekerabatan. Keadaan semacam ini dapat dilihat pada
perkampungan tradisional gayo di Kebayakan dan Bebesen.
Di
masyarakat gayo dikenal istilah belah diartikan sama dengan clan.
Belah adalah kelompok persekutuan hidup yang dapat disebut dengan istilah kerabat luas. Dalam sebuah kerabat luas
terdapat gabungan keluarga luas,
sedang sebuah keluarga luas mendiami masing-masig sebuah Time Ruang. Dengan
demikian yang dimaksud dengan keluarga luas ialah gabungan beberapa keluarga batih yang tinggal bersama
dalam sebuah Time Ruang. Dalam sebuah kerabat luas didalamnya para warga
dibedakan antara satu dengan lainnya berdasarkan atas kuru. Istilah ini
seringkali dihubungkan dengan “Pelapisan
Sosial” yang dikenal di gayo, yakni:
1.
Kuru Reje,
kerabat Bangsawan.
2.
Kuru Petue,
kerabat Cendekiawan (orang yang dianggap banyak pengetahuan tentang gayo),
3.
Kuru Imem,
kerabat Ulama (ahli agama),
4.
Rakyat,
masyarakat atau orang biasa.
Selain
pelapisan sosial yang didasarkan atas kuru atau “hubungan geneologi”, masyarakat Gayo mengenal juga pelapisan sosial
yang didasarkan atas status seseorang dalam masyarakat, yakni:
1.
Jema Wajeb yang
dalam arti sempit, disebut dengan “Lapisan
Pemimpin” yang anggotanya terdiri atas Reje, Petue dan Imem.
2.
Sudere,
dapat diartikan dengan rakyat biasa atau orang kebanyakan.
3.
Temuluk,
dapat disamakan dengan “budak”.
Selain
pelapisan sosial yang terjadi karena perbedaan Kuru dan pelapisan berdasarkan atas status sosial seseorang,
masyarakat gayo mengenal juga pelapisan yang didasarkan atas senioritas
seseorang yang dilihat dari segi umur. Seseorang yang berusia lanjut atau orang
tua (sitetue), selalu memperoleh
berbagai kehormatan dan tempat yang istimewa dalam berbagai upacara adat,
dibanding dengan warga masyarakat lainnya yang berusia lebih muda.
Selain
itu, masyarakat gayo membedakan juga seseorang dengan lainnya atas dasar
perkawinan. Seseorang yang sudah menikah dipandang lebih tinggi statusnya
dibandingkan dengan yang belum menikah. Karena itulah maka seseorang yang sudah
menikah sekali pun usianya lebih muda, berhak untuk mengemukakan
pendapatnyadalam pertemuan adat. Mereka yang sudah menikah oleh adat gayo
disebut Jema Wajib, sedangkan
seseorang yang usianya tua, tetapi belum menikah masih berstatus Jema Warus. Seseorang yang berstatus
Jema Warus, tidak memiliki hak suara dalam pertemuan adat, sekalipun
kehadirannya sangat diperlukan.
Sekalipun
belah dapat diartikan atau disamakan
dengan istilah marga di masyarakat Batak, namun dimasyakat gayo tidak ada
kebiasaan untuk menulis atau menggunakan nama marga dibelakang nama sendiri
seperti yang secara tradisional dipraktekkan di masyarakat Batak. Karena itu
seseorang dapat saja menulis nama-nama tambahan di belakang atau di depan nama
diri menurut selera masing-masing seperti berikut:
a.
Menggunakan nama
Suku Bangsa.
Ø Husain Gayo
Ø M. Daud Gayo
Ø Mizaska Gayo
b.
Menggunakan nama
Kampung
Ø Helmi Kala
Ø Abd. Rauf Hakim
Ø Syamsudin Nosar
c.
Menggunakan nama
Belah
Ø Afrianda Bujang
Ø Noer Tebe
Ø Syarif Bukit
d.
Karena
penggunaan nama tambahan di belakang nama diri bukan suatu keharusan dalam adat
gayo, akibatnya terjadi ketidakseragaman dalam menggunakan nama tambahan.
Seseorang dapat secara bebas memilih nama tambahan yang dianggapnya serasi
dengan nama dirinya yakni dengan “memodernisasi” nama belah, nama kampungm atau
nama sukum seperti:
Ø M. Jufri Caubat, berasal dari nama kampung Kebet di Bebesen.
Ø Lukman Ugati, singkatan dari U (Urang), Ga (Gayo),
Ti (Tingkem), jadi Ugati kepanjangan dari Urang Gayo Tingkem.
Ø Zainuddin Nosarios, berasal dari kata Nosar nama
sebuah kampung di Kebayakan.
Nama-nama
Belah di seluruh Tanoh Gayo dapat
dilihat berikut ini:
1.
Belah Daerah
Linge,
Ø Linge
Ø Lot
Ø Gading
Ø Cik
Ø Tengku
Ø Guru
Ø Gerpa
Ø Beno
Ø Payung
Ø Owaq
Ø Kerlang
Ø Bugak
Ø Tukik
Ø Lane
Ø Kute
Ø Robel
Ø Kute Baru
Ø Riem
Ø Kute Rayang
Ø Kute Keramil
Ø Uning
Ø Panyang penarum
Ø Lumut
Ø Pertik
Ø Sekinel
Ø Tekik
Ø Jamat
Ø Nasuh
2.
Nelah di daerah
Syiah Utama, antara lain:
Ø Kejurun
Ø Mude Tue
Ø Mude Baru
Ø Imem
Ø Bale
Ø Hakim
Ø Gerpa
Ø Uning
Ø Jalil
Ø Kerlang
Ø Payung
Ø Lane
Ø Beno
Ø Pasir Putih
3.
Belah di
Bebesen, antara lain:
Ø Munte Padang
Ø Ujung
Ø Cibero
Ø Kebet
Ø Melala Kemili
Ø Melala Toa
Ø Tebe Toa
Ø Suku
Ø Tebe Lah
Ø Setie Reje
Ø Melala Cik
Ø Cibero Cik
Ø Cibero Toa
Ø Munthe Kala
Ø Gading
Ø Gading Linge
Ø Linge Raja Kaya
Ø Tebe Uken
Ø Baluhen
Ø Munthe Lot
Ø Melala Sagi
4.
Belah di
Kebayakan, antara lain:
·
Sagi Onom
Ø Belah Lot
Ø Belah Kala atau Wakil
Ø Belah Jalil
Ø Belah Gading
Ø Belah Cik
Ø Belah Mude
·
Sagi Lime
Ø Belah Jongok
Ø Belah Bujang
Ø Belah Cik Serule
Ø Belah Penghulu Bukit
Ø Belah Timangan
Sumber: buku Riak Di
Danau Laut Tawar Kelanjutan Tradisi Dalam Perubahan Sosial di Gayo-Aceh Tengah.
Karangan Muklis Paeni. 2004.
Bagaimana
menurut para pembaca, jangan lupa di share dan komentar atas tulisan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar