Rabu, 02 Maret 2016

Sistem Belah/Clan (Garis Keturunan) dalam Suku Bangsa Gayo


Kalau sekiranya Tanah Gayo sekarang keadaannya sama dengan situasi kehidupan generasi Gayo terdahulu, maka bisa diperkirakan bahwa setiap orang masih mendiami Umah Pitu Ruang. Tentu bisa pula dibayangkan bahwa desa-desa atau perkampungan orang Gayo terdiri atas Time Ruang-Time Ruang itu.
Sekarang Umah Time Ruang sudah tidak berfungsi lagi sebagai tempat tinggalm karena itu sebagai gantinya adalah lokasi perumahan yang dibangun berdempetan yang juga menjadi simbol ikatan kekerabatan. Keadaan semacam ini dapat dilihat pada perkampungan tradisional gayo di Kebayakan dan Bebesen.
Di masyarakat gayo dikenal istilah belah diartikan sama dengan clan. Belah adalah kelompok persekutuan hidup yang dapat disebut dengan istilah kerabat luas. Dalam sebuah kerabat luas terdapat gabungan keluarga luas, sedang sebuah keluarga luas mendiami masing-masig sebuah Time Ruang. Dengan demikian yang dimaksud dengan keluarga luas ialah gabungan beberapa keluarga batih yang tinggal bersama dalam sebuah Time Ruang. Dalam sebuah kerabat luas didalamnya para warga dibedakan antara satu dengan lainnya berdasarkan atas kuru. Istilah ini seringkali dihubungkan dengan “Pelapisan Sosial” yang dikenal di gayo, yakni:
1.      Kuru Reje, kerabat Bangsawan.
2.      Kuru Petue, kerabat Cendekiawan (orang yang dianggap banyak pengetahuan tentang gayo),
3.      Kuru Imem, kerabat Ulama (ahli agama),
4.      Rakyat, masyarakat atau orang biasa.

Selain pelapisan sosial yang didasarkan atas kuru atau “hubungan geneologi”, masyarakat Gayo mengenal juga pelapisan sosial yang didasarkan atas status seseorang dalam masyarakat, yakni:
1.      Jema Wajeb yang dalam arti sempit, disebut dengan “Lapisan Pemimpin” yang anggotanya terdiri atas Reje, Petue dan Imem.
2.      Sudere, dapat diartikan dengan rakyat biasa atau orang kebanyakan.
3.      Temuluk, dapat disamakan dengan “budak”.

Selain pelapisan sosial yang terjadi karena perbedaan Kuru dan pelapisan berdasarkan atas status sosial seseorang, masyarakat gayo mengenal juga pelapisan yang didasarkan atas senioritas seseorang yang dilihat dari segi umur. Seseorang yang berusia lanjut atau orang tua (sitetue), selalu memperoleh berbagai kehormatan dan tempat yang istimewa dalam berbagai upacara adat, dibanding dengan warga masyarakat lainnya yang berusia lebih muda.
Selain itu, masyarakat gayo membedakan juga seseorang dengan lainnya atas dasar perkawinan. Seseorang yang sudah menikah dipandang lebih tinggi statusnya dibandingkan dengan yang belum menikah. Karena itulah maka seseorang yang sudah menikah sekali pun usianya lebih muda, berhak untuk mengemukakan pendapatnyadalam pertemuan adat. Mereka yang sudah menikah oleh adat gayo disebut Jema Wajib, sedangkan seseorang yang usianya tua, tetapi belum menikah masih berstatus Jema Warus. Seseorang yang berstatus Jema Warus, tidak memiliki hak suara dalam pertemuan adat, sekalipun kehadirannya sangat diperlukan.
Sekalipun belah dapat diartikan atau disamakan dengan istilah marga di masyarakat Batak, namun dimasyakat gayo tidak ada kebiasaan untuk menulis atau menggunakan nama marga dibelakang nama sendiri seperti yang secara tradisional dipraktekkan di masyarakat Batak. Karena itu seseorang dapat saja menulis nama-nama tambahan di belakang atau di depan nama diri menurut selera masing-masing seperti berikut:
a.       Menggunakan nama Suku Bangsa.
Ø  Husain Gayo
Ø  M. Daud Gayo
Ø  Mizaska Gayo
b.      Menggunakan nama Kampung
Ø  Helmi Kala
Ø  Abd. Rauf Hakim
Ø  Syamsudin Nosar
c.       Menggunakan nama Belah
Ø  Afrianda Bujang
Ø  Noer Tebe
Ø  Syarif Bukit
d.      Karena penggunaan nama tambahan di belakang nama diri bukan suatu keharusan dalam adat gayo, akibatnya terjadi ketidakseragaman dalam menggunakan nama tambahan. Seseorang dapat secara bebas memilih nama tambahan yang dianggapnya serasi dengan nama dirinya yakni dengan “memodernisasi” nama belah, nama kampungm atau nama sukum seperti:
Ø  M. Jufri Caubat, berasal dari nama kampung Kebet di Bebesen.
Ø  Lukman Ugati, singkatan dari U (Urang), Ga (Gayo), Ti (Tingkem), jadi Ugati kepanjangan dari Urang Gayo Tingkem.
Ø  Zainuddin Nosarios, berasal dari kata Nosar nama sebuah kampung di Kebayakan.

Nama-nama Belah di seluruh Tanoh Gayo dapat dilihat berikut ini:
1.      Belah Daerah Linge,
Ø  Linge
Ø  Lot
Ø  Gading
Ø  Cik
Ø  Tengku
Ø  Guru
Ø  Gerpa
Ø  Beno
Ø  Payung
Ø  Owaq
Ø  Kerlang
Ø  Bugak
Ø  Tukik
Ø  Lane
Ø  Kute
Ø  Robel
Ø  Kute Baru
Ø  Riem
Ø  Kute Rayang
Ø  Kute Keramil
Ø  Uning
Ø  Panyang penarum
Ø  Lumut
Ø  Pertik
Ø  Sekinel
Ø  Tekik
Ø  Jamat
Ø  Nasuh

2.      Nelah di daerah Syiah Utama, antara lain:
Ø  Kejurun
Ø  Mude Tue
Ø  Mude Baru
Ø  Imem
Ø  Bale
Ø  Hakim
Ø  Gerpa
Ø  Uning
Ø  Jalil
Ø  Kerlang
Ø  Payung
Ø  Lane
Ø  Beno
Ø  Pasir Putih

3.      Belah di Bebesen, antara lain:
Ø  Munte Padang
Ø  Ujung
Ø  Cibero
Ø  Kebet
Ø  Melala Kemili
Ø  Melala Toa
Ø  Tebe Toa
Ø  Suku
Ø  Tebe Lah
Ø  Setie Reje
Ø  Melala Cik
Ø  Cibero Cik
Ø  Cibero Toa
Ø  Munthe Kala
Ø  Gading
Ø  Gading Linge
Ø  Linge Raja Kaya
Ø  Tebe Uken
Ø  Baluhen
Ø  Munthe Lot
Ø  Melala Sagi

4.      Belah di Kebayakan, antara lain:
·         Sagi Onom
Ø  Belah Lot
Ø  Belah Kala atau Wakil
Ø  Belah Jalil
Ø  Belah Gading
Ø  Belah Cik
Ø  Belah Mude

·         Sagi Lime
Ø  Belah Jongok
Ø  Belah Bujang
Ø  Belah Cik Serule
Ø  Belah Penghulu Bukit
Ø  Belah Timangan

Sumber: buku Riak Di Danau Laut Tawar Kelanjutan Tradisi Dalam Perubahan Sosial di Gayo-Aceh Tengah. Karangan Muklis Paeni. 2004.


Bagaimana menurut para pembaca, jangan lupa di share dan komentar atas tulisan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar