Rabu, 30 Maret 2016

DIDONG GAYO

Didong adalah kesenian tradisional atau tradisi lisan yang merupakan kofigurasi seni suara, seni sastra dan seni tari yang berasal dari daerah Dataran Tinggi Gayo. Kesenian ini merupakan kesenian yang dipertandingkan antara dua grup yang mewakili satu KLEN (clan), kampung, kecamatan, bahkan secara terselubung mewakili  satu “Paroh-Masyarakat). Pertandingan ini biasanya  digelar pada malam hari dan semalam suntuk. Kedua grup tampil bergantian, masing-masing selama setengah jam dalam satu ronde. Ronde-ronde itu diisi oleh masing-masing grup yang menembangkan lirik-lirik puisi dengan melodi-melodi diiringi gerak-gerak tertentu. Lirik-lirik dan melodi itu dilantunkan oleh duet atau trio seniman yang disebut Ceh tadi yang suaranya merdu, diiringi oleh gerakan-gerakan yang serasi oleh para pengiring. Fungsi didong antara lain:
1.      Untuk mengisi kebutuhan akan ungkapan-ungkapan estetika, keindahan dan hiburan.
2.      Untuk mempertahankan struktur social.
3.      Pelestarian sistem budaya dalam meningkatkan nilai-nilai budaya dan norma-norma yang menata kehidupan masyarakat Gayo.
4.      Aspek ekonomi untuk menutupi kekurangan dalam mencari dana untuk pembangunan di daerah.
5.      Menjadi sarana kontrol sosial.
6.      Sebagai penerangan yang efektif dalam masyarakat Gayo.
Berikut ini adalah cuplikan syair Didong sebagai karya sastra ciptaan To’et (salah seorang seniman Didong)…..

RENGGALI
Wahai Renggali…
yang harum harum harum mewangi…
renggali ini si tajuk hias…
ini lagu baru dekat tengah malam…
Wahai renggali…
Yang harum harum harum mewangi…
ceh sekarang semakin banyak…
tetapi lagunya banyak tak mengena…
yang membeli kendaraan semakin banyak…
tetapi minyaknya semakin menyala…
Wahai Renggali…
yang harum harum harum mewangi…
renggali ini si tajuk hias…
ini laguku bukan harta pinjam…
benih sawah semakin banyak…
tapi zakatnya semakin berkurang…
(terjemahan dari bahasa Gayo oleh L. K. ARA)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar